Books

List details:

  • Effendi, Tonny Dian, 2015, Garuda dan Naga Merajut Sutera: Pemikiran mahasiswa Indonesia dan Tiongkok (When Garuda and Dragon Make a Silk: The opinion of Indonesian and Chinese student), (forthcoming)
  • Effendi, Tonny Dian & Ramli, Mohd Izzudin, (ed), 2015, Serumpun Dua Persepsi: Pemikiran Generasi Muda Indonesia dan Malaysia (A Bound and Two Perceptions: Indonesian and Malaysian Young Generations Opinion), Yogyakarta: Leutikaprio.
  • Effendi, Tonny Dian, Hello Kitty: ‘Kucing Cantik’ Produk Budaya Jepang (Hello Kitty: “Cute Cat” as Japanese Culture Product”, in Khairur Rijal, Najamuddin, 2014, The Age of Hello Kitty: Saatnya Peduli dan Memberi Perhatian pada ‘Si Kucing Tanpa Mulut’”, Surabaya: PT. Revka Petra Media. ISBN: 978-602-1162-06-4
  • Effendi, Tonny Dian, 2013, “Keberlanjutan Komunisme di China : Sebuah Pendekatan Sosiologi Politik (Sustainability of Communism System in China : a Political Sociology Approach)”, Litera Publishing, Yogyakarta
  • Effendi, Tonny Dian and Rakhmawaty, Debby, 2012, “Keluarga Bisnis, Bisnis Keluarga : Strategi Jaringan Bisnis Perusahaan Jepang, Tiongkok dan Korea Selatan (Business Family, Family Business : Company Network Strategy at Japan, China and South Korea)”, Litera Publishing, Yogyakarta
  • Effendi, Tonny Dian, 2011, “Diplomasi Publik Jepang : Perkembangan dan Tantangan (Japan’s Pop Diplomacy : opportunity and challenges)”, Ghalia Publishing, Jakarta

Ekspor Ekonomi dan Budaya Jepang

Jepang merupakan sebuah negara yang pernah menjadi bintang ekonomi dunia. Pasca kekalahan pada Perang Dunia II, Jepang bangkit dengan kekuatan ekonominya. Dibawah perjanjian keamanan dengan mantan musuh yang kemudian justru menjadi sekutunya, Amerika Serikat, Jepang mampu bangkit dari keterpurukan kekalahan perang dan menjadi kekuatan ekonomi nomor 2 terbesar di dunia.

Kekuatan ekonomi Jepang yang semakin besar, ditandai dengan majunya industrialisasi didalam negeri sehingga menghasilkan banyak produk yang diekspor keluar negeri. Beberapa negara didunia kemudian “kebanjiran” produk-produk Jepang. Hal ini kemudian memunculkan banyak kritikan tentang perilaku Jepang yang cenderung mengutamakan keuntungan ekonomi dan membuat negara lain rugi. Beberapa protes di Indonesia dan Thailand pada tahun 1970an membuat pemerintah Jepang sadar akan peran yang harus dimainkan dalam hubungan internasional dan perilaku seperti apa yang harus dia lakukan.

Perdana Menteri Fukuda, dalam lawatannya ke beberapa negara Asia Tenggara kemudian mengemukkakan usulan berupa pendekatan kekeluargaan atau yang disebut dengan “Heart to Heart Diplomacy”. Pendekatan ini digunakan untuk mendekati negara-negara di kawasan tersebut yang merasa dirugikan akibat ekspansi ekonomi Jepang.

Ternyata hal ini mendapatkan sambutan positif. Keuntungan ekonomi Jepang yang didapatkan dari hasil penjualan produk-produknya, “dikembalikan sebagian” kepada negara-negara lain dengan bantuan ekonomi dan juga budaya. Oleh karena itulah kemudian budaya Jepang juga semakin tersebar dan Jepang banyak mendirikan pusat-pusat kebudayaan di beberapa negara. Pada masa tahun 1980an dan 1990an, banyak sekolah dan universitas kemudian mendirikan jurusan bahasa Jepang atau lembaga-lembaga kursus yang lain. Darisitulah diharapkan bahwa dengan mempelajari bahasa Jepang, maka sekaligus akan mempelajari budaya Jepang. Tujuan jangka panjang dari diplomasi ini adalah untuk meningkatkan kesepahaman tentang Jepang sehingga mendapatkan citra positif.

 

Ingin tahu lebih banyak tentang diplomasi budaya yang dilakukan oleh Jepang? Baca buku Tantangan Diplomasi Publik Jepang, Penerbit PT. Ghalia, Tahun 2011